Secarik Kertas Berabjad ABCDE - Yupss,, hanya secarik kertas berabjad ABCDE. Mungkin begitulah tepatnya. Hanya sekedar catatan kecil tentang kisah si gadis kecil. Hanya sebuah cerpen dari penulis pemula seperti saya. Hehehee.. sedang belajar menulis cerpen yang baik.. :)
Berikut kisahnya, silakan dinikmati. Bagi para penulis, ditunggu saran dan masukannya.
SECARIK KERTAS BERABJAD A-B-C-D-E
Hari
ini hari keempat. Setelah tiga hari kemarin aku dan teman-temanku bertempur
menghadapi puluhan soal bahasa inggris, bahasa Indonesia, biologi, dan
matematika.
Gontai,
kutelusuri lorong sekolah. Ujian Nasional (UN) dimulai pukul 8.00, jam di tanganku masih belum melewati pukul
7.00. Kujumpai teman-teman sudah mulai berdatangan, mereka duduk-dudukk di
lantai teras ruang ujian. Sebagian sibuk ngobrol, meruncing pensil, dan
membuka-buka buku fisika termasuk aku yang baru datang. Ya. Hari ini UN fisika.
“Mana,
woy? Bagi dong!” Tanya Ardan, salah satu temanku yang baru tiba pada temanku
yang lain.
“Sabar,
nanti jam tujuh biasanya,” balas temanku yang lain. Mereka kembali asyik
mengobrol dan membaca-baca buku fisika begitu juga aku.
“Woy!
Gue dah dapet nih!” seru seorang teman tiba-tiba.
“Gue juga sudah!” seru teman yang lain.
“Kirim
ke gue ya!” ujar beberapa teman yang
lain.
Kulihat
mereka mulai sibuk membuka sms dan
menyalin isinya ke dalam secarik kertas kecil. Ah, pemandangan yang sudah
biasa, tak mengherankan lagi bagiku, senyum.
“Des,
kirim ke gue ya, belum dapet ni,” ujar temanku masih.
“Oke,”
balas Desta, temanku.
Ya.
Mereka menyalin abjad-abjad a, b, c, d, dan e sebanyak 40 abjad. Aku hanya
tersenyum menyaksikan mereka. Beberapa temanku balas tersenyum dengan tangan
tangan tetap menulis abjad-abjad itu. Seolah itu adalah suatu perbuatan yang
lucu.
“Loe mau nggak, Fik?” tawar Tata, salah
satu teman baikku. Aku hanya tersenyum.
“Beneran ini. Gue tulisin,” tawarnya
lagi.
“Ta,
loe nawarin Fika begituan,” celetuk temanku yang lain.”Mana tergoda dia mah!” lanjutnya lagi.
Tata
tertawa, diikuti beberapa temanku yang lain, termasuk teman-teman yang
seprinsip denganku turut tersenyum. Ya, kami seprinsip, berusaha untuk selalu
mengutamakan kejujuran dalam mengerjakan segala sesuatu.
Sejak
kecil,aku memang sudah dibiasakan untuk tidak mencontek. Dan itu selalu
kupertahankan. Bahkan, kemarin UN matematika yang sulitnya minta ampun masih
kuusahakan mengerjakan dengan usahaku sendiri. Meski yang yakin jawabannya
benar hanya 30%. Sisanya? Cap go ci.
Semoga keberuntungan berpihak padaku. Saat selesai dan keluar kelas, hatiku
lega, plong. Tak masalah nanti hasilnya kecil, toh itu hasil usahaku sendiri. Meski aku tahu, nilai teman-temanku
yang bekerja dengan panduan secarik kertas kecil berabjad a, b, c, d, e, akan
lebih besar nantinya.
Pukul
8.00, UN fisika dimulai. Tak lupa kuberdo’a sebelum mengerjakan soal. Selang
satu jam, bulatan hitam di lembar jawaban di mejaku belum ada setengah dari 40
bulatan. Sedikit jenuh. Ya. Karena fisika adalah pelajaran yang kurang begitu
kusuka. Ribet, njelimet. Masih mending matematika bagiku.
“Sssttt…
Ssstttt…,” Tata yang duduk selang satu meja di depanku memanggil, pelan. Dua
pengawas UN Nampak duduk di depan kelas. “Sudah belum?” Tanya Tata hampir tanpa
suara, menolehku. Mungkin dia tahu lembar jawabanku masih banyak kosongnya. Aku
menggeleng, tersenyum. Biasa.
“Ini,
gue kasih,” ujar Tata masih hampir
tanpa suara, menghindari sadarnya pendengaran para pengawas UN. Nampak, Tata
mengeluarkan secarik kertas kecil dari saku seragamnya.
Sadar
akan maksud Tata, jantungku mulai berdegup. Gugup. Aku sedikit menggoyangkan
tangan pada Tata, tanda menolak. “Nggak usah,” balasku pelan.
“Nggak
apa,” Tata memaksa, ramah, dan tersenyum. Lili yang duduk antara aku dan Tata
turut meyakinkanku. “Sini, Ta!” Lili menjulurkan tangan meminta penghapus. Tata
segera menyerahkan penghapusnya pada Lili. Diopernya ke mejaku. Begitu gugupnya
aku, penghapus itu kuoper ke meja teman di belakangku.
“Sssttt….
Untuk loe,” ujar Tata sambil menunjuk
diriku. Terpaksa kuambil kembali penghapus itu. Kupandanginya bergantian antara
Tata dan penghapus itu. Tata masih tersenyum seakan meyakinkanku. “Lihat saja!”
ujar Tata perlahan. “Jangan terlalu mencolok, biasa saja,” lanjutnya.
Ya.
Bagi mereka mungkin ini sudah biasa. Tetapi, bagiku?? Sungguh suatu pantangan.
Hatiku tak karuan. Jantungku berdebar semakin kencang. Bulatan-bulatan putih di
lembar jawabanku masih menanti penuh harap untuk segera dihitamkan. Dihitamkan
oleh pikiranku atau oleh secarik kertas kecil berabjad itu.
Tanganku
dingin. Sepertinya, konsentrasi pun nyaris sirna. Pikiran baik dan jahat
bertengkar hebat, meriuhkan silih berganti, saling mempertahankan ego. Fisika
memang merupakan momok bagiku. Galau, benar-benar galau.
Perlahan,
kutarik secarik kertas kecil dari dalam penghapus itu. Jari-jemari mulai
bergerak. Bergetar. Menandai beberapa jawaban di lembar soal sesekali kulirik
abjad-abjad pada secarik kertas itu.
Tiba-tiba,
salah satu pengawas berkeliling, berjalan ke arahku. Panik? Ya, sangat!!
Mungkin, wajahku Nampak pucat.
“Ini
kok penghapusnya ada dua? Yang satu untuk apa?” tanya guru pengawas padaku.
Guru itu lalu memeriksa penghapus Tata
yang ada di mejaku. Perasaanku panik tak karuan. Segera kutepis bayangan itu.
Segera kukembalikan secarik kertas berabjad itu ke dalam penghapus yang segera
kumasukan ke sakuku, sebelum pengawas tiba di mejaku ini.
Hufftt…
Aku menghela nafas lega. Guru pengawas hanya melihat sebentar ke mejaku dan
segera beralih ke meja-meja lain di belakangku.
Tak
akan lagi aku membawa secarik kertas berabjad a-b-c-d-e itu. Membuatku tak
karuan saja. Cukup sekali ini, untuk yang pertama dan terakhir kalinya,
batinku.
***
Pengumuman kelulusan SMA tiba. Sekolahku lulus
100%. Nilai-nilaiku cukup lumayan dengan
rata-rata adalah 7. Ada dua nilai yang menjadi perhtianku. Fisika 6,25 dan
matematika 5,25. Hmm, bangga ketika melihat nilai matematikaku, terasa begitu
puas, meski itu adalah nilai terkecilku. Ini karena kudapat dengan usahaku
sendiri. Berbeda dengan fisika. Meski nilainya lebih besar, namun tak ada rasa
kepuasan yang muncul di diri ini. Karena aku tahu, itu bukan milikku.
written by: Rini Maya Sofa
+==============================Sekian cerpen saya yang berjudul Secarik Kertas Berabjad ABCDE.
Harap maklum, masih pemula..
Salam, :)
No comments:
Post a Comment